SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM SETELAH AL-QUR’AN
1. HADIST
Kedudukan hadist ini dalam ajaran islam adalah sumber
hokum kedua setelah al-qur’an . Pengertian hadist menurut lughat atau bahasa
artinya baru atau kabar . Hadist menurut isilah adalah segala tingkahlaku Nabi
Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya . Allah SWT telah mewajibkan untuk
menaati hukum-hukum dan perbuatan-perbuatan yang disampaikan oleh nabi Muhammad
SAW dalam haditsnya. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT:
Artinya:
“ … Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah, …” (QS Al Hasyr : 7)
Perintah meneladani Rasulullah SAW
ini disebabkan seluruh perilaku Nabi Muhammad SAW mengandung nilai-nilai luhur
dan merupakan cerminan akhlak mulia. Apabila seseorang bisa meneladaninya maka
akan mulia pula sikap dan perbutannya. Hal tersebut dikarenakan Rasulullah SAW
memilki akhlak dan budi pekerti yang sangat mulia. Hadits sebagai sumber hukum
Islam yang kedua, juga dinyatakan oleh Rasulullah SAW:
( رواه همام ما لك) رَسُوْلِهِ سُنَّةُ وَ اللهِ كِتَابَ اَبَدًا ضِلُّوْا تَلَنْ بِهِمَا مَسَّكْتُمْ تَمَا اَمْرَيْنِ فِيْكُمْ تَرَكْتُ
Artinya: “Aku tinggalkan dua perkara untukmu seklian, kalian tidak akan sesat selama kalian berpegangan kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan sunah Rasulnya”. (HR. Imam Malik)
Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua memilki kedua fungsi sebagai berikut.
Memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al-Qur’an, sehingga kedunya (Al-Qur’an dan Hadits) menjadi sumber hukum untuk satu hal yang sama.
( رواه همام ما لك) رَسُوْلِهِ سُنَّةُ وَ اللهِ كِتَابَ اَبَدًا ضِلُّوْا تَلَنْ بِهِمَا مَسَّكْتُمْ تَمَا اَمْرَيْنِ فِيْكُمْ تَرَكْتُ
Artinya: “Aku tinggalkan dua perkara untukmu seklian, kalian tidak akan sesat selama kalian berpegangan kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan sunah Rasulnya”. (HR. Imam Malik)
Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua memilki kedua fungsi sebagai berikut.
Memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al-Qur’an, sehingga kedunya (Al-Qur’an dan Hadits) menjadi sumber hukum untuk satu hal yang sama.
Misalnya Allah SWT didalam Al-Qur’an
menegaskan untuk menjauhi perkataan dusta, sebagaimana ditetapkan dalam
firmannya :
Artinya: “…Jauhilah perbuatan dusta…” (QS Al Hajj : 30)
Artinya: “…Jauhilah perbuatan dusta…” (QS Al Hajj : 30)
Ayat diatas juga diperkuat oleh
hadits-hadits yang juga berisi larangan berdusta.
1. Memberikan rincian dan penjelasan
terhadap ayat-ayat Al Qur’an yang masih bersifat umum. Misalnya, ayat Al-Qur’an
yang memerintahkan shalat, membayar zakat, dan menunaikan ibadah haji, semuanya
bersifat garis besar. Seperti tidak menjelaskan jumlah rakaat dan bagaimana
cara melaksanakan shalat, tidak merinci batas mulai wajib zakat, tidak memarkan
cara-cara melaksanakan haji. Rincian semua itu telah dijelaskan oleh rasullah
SAW dalam haditsnya.
Contoh lain, dalam Al-Qur’an Allah
SWT mengharamkan bangkai, darah dan daging babi. Firman Allah sebagai berikut:
Artinya: “Diharamkan bagimu bangkai, darah,dan daging babi…” (QS Al Maidah : 3)
Artinya: “Diharamkan bagimu bangkai, darah,dan daging babi…” (QS Al Maidah : 3)
Dalam ayat tersebut, bangkai itu
haram dimakan, tetap tidak dikecualikan bangkai mana yang boleh dimakan.
Kemudian datanglah hadits menjelaskan bahwa ada bangkai yang boleh dimakan,
yakni bangkai ikan dan belalang. Sabda Rasulullah SAW:
( رواه ابن الماجه و الحاكم) وَالطِّحَالِ فَالْكَبِدُ : الدَّمَانِ وَاَمَّا, وَالْجَرَادُ الْحُوْتُ: الْمَيْتَتَانِ فَامَّا, دَمَانِ وَ مَيْتَتَانِ لَنَا اُحِلَّتْ
Artinya: “Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Adapun dua macam bangkai adalah ikan dan belalalng, sedangkan dua macam darah adalah hati dan limpa…” (HR Ibnu Majjah)
( رواه ابن الماجه و الحاكم) وَالطِّحَالِ فَالْكَبِدُ : الدَّمَانِ وَاَمَّا, وَالْجَرَادُ الْحُوْتُ: الْمَيْتَتَانِ فَامَّا, دَمَانِ وَ مَيْتَتَانِ لَنَا اُحِلَّتْ
Artinya: “Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Adapun dua macam bangkai adalah ikan dan belalalng, sedangkan dua macam darah adalah hati dan limpa…” (HR Ibnu Majjah)
2. Menetapkan hukum atau
aturan-aturan yang tidak didapati dalam Al-Qur’an. Misalnya, cara menyucikan
bejana yang dijilat anjing, dengan membasuhnya tujuh kali, salah satunya
dicampur dengan tanah, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
( رواه مسلم و هحمد و هبو داود و البيهقى) بِالتُّرَابِ اَوْلَهِنَّ مَرَّاتٍ سَبْعَ يُغْسِلَ اَنْ الْكَلْبُ فِيْهِ وَلِغَ اِذَا اَحَدِكُمْ اِنَاءِ طُهُوْرُ
Artinya: “Mennyucikan bejanamu yang dijilat anjing adlah dengan cara membasuh sebanyak tujuh kali salah satunya dicampur dengan tanah” (HR Muslim, Ahmad, Abu Daud, dan Baihaqi)
( رواه مسلم و هحمد و هبو داود و البيهقى) بِالتُّرَابِ اَوْلَهِنَّ مَرَّاتٍ سَبْعَ يُغْسِلَ اَنْ الْكَلْبُ فِيْهِ وَلِغَ اِذَا اَحَدِكُمْ اِنَاءِ طُهُوْرُ
Artinya: “Mennyucikan bejanamu yang dijilat anjing adlah dengan cara membasuh sebanyak tujuh kali salah satunya dicampur dengan tanah” (HR Muslim, Ahmad, Abu Daud, dan Baihaqi)
Hadist nabi Muhammad saw dapat dibedakan menjadi 3 bentuk yaitu
sebagai berikut:
1.
Hadist qauliyah yaitu hadist atas dasar segenap perkataan
(ucapan) nabi Muhammad saw
2.
Hadist fi’liyah yaitu hadist atas dasar perilaku (perbuatan)
yang dilakukannabi Muhammad saw
3.
Hadist Taqririyah adalah hadist atas dasar persetujuan nabi
Muhammad saw terhadap apa yang dilakukan oleh para sahabatnya artinya nabi
Muhammad saw memberikan penafsiran atau perbuatan yang dilakukan sahabatnya
dalam suatu hukum Allah swt atau nabi diam sebagai tanda persetujuan (boleh)
atas perbuatan-perbuatan sahabat nabi Muhammad saw.1
Adapun kedudukan atau fungsi hadist nabi Muhammad saw dalam
hukum Islam adalah sebagi berikut:
a)
Sebagai sumber hukum Islam yang kedua. Ada beberapa hukum yang tidak disebutkan di
dalam Al-Qur’an. Rasulullah saw, kemudian menjelaskan hukumnya baik dengan
perkataan, perbuatan maupun dengan penetapan. Dalil hukumnya menjadi sunnah
karena apa yang dilakukan Rasulullah itu tidak lain penjabaran dari
prinsip-prinsip yang sudah ada dalam Al-Qur’an. Firman Allah swt sebagai
berikut:
….. وَمَا ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ
فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا …..
“….Apa yang diberikan rasul kepadamu
maka terimalah dia dan apa yang di larangnya bagimu maka tinggalkanlah…”
(QS. Al Hasyr: 7).
b) Sebagai penguat dan pengukuh hukum yang
tealh disebutkan Allah didalam kitabnya, sehingga keduanya yaitu Al-Qur’an dan
hadist menjadi sumber hukum yang saling melengkapi dan menyempurnakan . Perhatikan ayat berikut :
c)
Sebagai penjelas atau perincian terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang masih
bersifat umum. Umpamanya, perintah shalat didapati dalam Al-Qur’an, tetapi
tidak di jelaskan tentang cara melaksanakannya, banyak rakaatnya, serta rukun
dan syarat-syaratnya, Rasulullah saw melalui hadist menjelaskan semua itu
sehingga umatnya tidak menajalani kesulitan untuk melaksanakan perintah
tersebut. Demikian pula halnya dengan perintah puasa dan haji yang telah
terdapat di dalam Al-Qur’an tetapi tidak dijelaskan tentang
pelaksanaannya secara terperinci, Rasulullah kemudian menjelaskan dengan
perbuatannya melalui praktek (tata krama) atau secara normatif dalam
menjalanakan perintah Allah swt tersebut, Firman Allah swt: “.. Dan
kami turunkan Al-Qur’an agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang
telah diturunkankepada merekan…” (QS
An-Nahl: 44)
d)
Menetapkan hukum-hukum tidak terdapat dalam Al-Qur’an, hadist juga dapat
berfungsi untuk menetapkan hukum apa bila di dalam Al-Qur’an tidak dijumpai
seperti halnya keharaman seorang laki-laki untuk menikah dengan bibi istrinya
dalam waktu yang bersamaan. Perhatikan terjemahan hadist berikut ini2
“ Dilarang
seseorang mengumpulkan (mengawini secara bersama) seorang perempuan saudaranya
perempuan dari ayahnya serta seorang perempuan dengan saudara perempuan dari
ibunya” (HR.
Bukhori-Muslim)
Hadist merupakan sumber hukum ke dua setelah Al-Qur’an hal ini
bukan berarti bahwa nabi Muhammad saw, sebagai penetap hukum atau memiliki
kapasitas sebagai pembuat hukum melainkan Allah swt. sendiri yang memberikan
keputusan melalui perantara yakni rasulNya.
Perhatikan firman Allah swt
“Dan tidaklah apa yang diucapkan
(rasul) menurut kemauan hawa nafsunya ucapan itu tidak lain adalah wahyu yang
di wahyukan” (QS.
An-Najm: 3-4)
0 komentar to TUGAS AGAMA KLS X TENTANG SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM SETELAH AL-QUR’AN :
Posting Komentar